Pungut 30rb Untuk HUT PGRI Ke 60, Permintaan Partisipasi Ataukah Pungli?

Gambar Hanyalah ilustrasi


Kuningan-FOKUS UTAMA

Beredar rumor tentang adanya permintaan partisipasi untuk HUT PGRI ke 60 menjadi polemik baru dalam kepengurusan PGRI Kabupaten Kuningan yang belum lama dilantik.


Rumor berawal dari beredarnya surat surat PGRI Cabang Ciawigebang nomor 004/Und/23-10/XI/2025 yang ditandatangani Ketua PGRI Cabang Erik Kasihanto, dan Sekretaris Haerulibad, yang mana isi surat mewajibkan setiap ASN dan P3K membayar Rp30.000 sebagai kontribusi kegiatan HUT PGRI tingkat kabupaten serta agenda nasional di Jakarta.


FOKUS LAINNYA:

Dana Hibah

Ketua Yayasan Arrasyad


Tentu saja adanya surat edaran tersebut menjadi bahan gunjingan di kalangan anggota PGRI itu sendiri. 


Pasalnya, baik anggota PGRI yang berstatus PNS maupun P3K merasa aneh dan keberatan dengan adanya kebijakan yang diangap sepihak tersebut. 


Bahkan akhirnya menimbulkan pertanyaan tentang penggunaan iuran wajib yang selama ini secara otomatis dipungut tiap bulannya.


“Dari sejak awal pemilihan Ketua PGRI, sebenarnya saya sudah punya pertanyaan besar tentang transparansi pengelolaan iuran PGRI. Ditambah lagi sekarang dengan adanya permitan partisipasi 30rb yang dalihnya untuk acara HUT PGRI, sangat aneh kan?” ungkap salah seorang guru di Wilayah Ciawigebang.


Salah seorang guru lainnya mengatakan, seluruh ASN dan P3K menerima pemberitahuan serupa. Bahkan, menurutnya, rencana awal pemotongan akan dilakukan melalui TPP (Tambahan Penghasilan Pegawai).


Tapi karena banyak guru yang sudah lebih dulu mengajukan pinjaman ke bank, rencana pemotongan diganti dengan cara dengan transfer rekening secara kolektif.


Sementara itu, pungutan anggota PGRI selain iuran wajib dapat dianggap sebagai pungli (pungutan liar) jika dilakukan tanpa dasar yang jelas, tidak sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) organisasi, atau dilakukan kepada mereka yang bukan anggota PGRI. 


Pungutan yang tidak sah dapat mencakup pengumpulan dana untuk program yang tidak transparan, pengumpulan iuran dari bukan anggota, atau pemotongan gaji tanpa persetujuan yang jelas dari guru yang bersangkutan. 


Ciri-ciri pungutan yang berpotensi menjadi pungli

Dilakukan kepada non-anggota: Mengumpulkan iuran dari guru yang bukan anggota PGRI secara paksa atau tanpa kejelasan, ini merupakan bentuk maladministrasi.


Melanggar AD/ART: Melakukan pungutan melebihi jumlah yang ditetapkan, atau pungutan yang tidak diatur dalam AD/ART PGRI, termasuk pungutan untuk kartu tanda anggota (KTA) yang tidak diberikan, merupakan pelanggaran.


Tanpa persetujuan tertulis: Memotong gaji guru tanpa surat pernyataan persetujuan yang jelas dari guru tersebut untuk membayar iuran bulanan.


Tidak transparan: Penggunaan dana yang tidak jelas atau tidak transparan, terutama jika pungutan tersebut diwajibkan secara tidak sah kepada guru yang tidak bersedia. 


Pungutan yang sah menurut AD/ART:

Iuran wajib: Anggota PGRI wajib membayar iuran sesuai yang telah ditetapkan dalam AD/ART dan keputusan organisasi.


Iuran dapat bervariasi: Jumlah iuran anggota dapat ditetapkan bervariasi oleh setiap kabupaten/kota sesuai kebutuhan masing-masing. 

Sementara itu, Ketua PGRI Kuningan, Ida Suprida, saat dikonfirmasi via WA menjawab,  sebagai organisasi pihaknya memiliki mekanisme dan pertanggungjawaban kepada anggota melalui AD ART

"Kami orgsnisasi memiliki mekanisme pertanggungjawaban kepada anggota melslui forum resmi sesuai AD ART organisasi," jawab Suprida.

(Bopih/Dik OI/FOKUS Kuningan)

Tidak ada komentar:

 



 

ads 728x90 B
Diberdayakan oleh Blogger.