JANGAN TINGGALKAN AKU, IBU

 


Rini (30th) terlibat pertengkaran dengan suaminya, Rinto (35th). Pertengkaran yang tidak pernah menemui akhir di usia rumah tangga mereka yang sudah mau memasuki usia tahun ke sepuluh. Ryan (8th) dan Ririn (5th) terduduk di pojok rumah dengan wajah ketakutan mendengar orang tuanya teriak-teriak di depan mereka. Ekonomi rumah tangga yang kusut dan carut marut memaksa Rini selalu menarik urat leher denga Rinto yang malas-malasan. Rini lalu mengungkit kondisi Ryan yang autis. Ryan sendiri hanya sekejap dideru ketakutan, setelah itu dia kembali ke dunianya yang entah dimana, asyik bersama potongan kertas yang berserak menambah semrawut suasana.

Sebelumnya, Rini dan Rinto hidup harmonis. Ketika Ryan lahir, mereka begitu bahagia. Tapi kondisi Ryan yang autis membuat Rini dan Rinto ingin memiliki anak lagi yang sempurna, maka lahirlah Ririn. Kondisi Ryan dan Ririn terlihat sekali sangat dibedakan. Ririn memiliki banyak mainan bagus dan pakaian bagus, sedangkan Ryan hanya memiliki sepasang kaos bola, sepatu bola dan sebuah bola yang butut dan usang sebagai temannya bermain. Tapi kondisi Ryan yang autis, tidak mempedulikan sikap kedua orang tuanya itu.

Rumah tangga Rini dan Rinto kini diujuk tanduk, hutang menumpuk dan kebangkrutan sudah di depan mata. Rumah sudah tergadaikan di bank. Dalam kondisi begini, justru Rinto malah terkena serangan jantung dan meninggal. Rini stress, dunia serasa runtuh. Bak sudah jatuh, masih tertimpa tangga dan keruntuhan tembok rumah. Rumah mereka disita oleh bank. Habis sudah airmata Rini, kini siapa lagi yang akan ia salahkan dengan kondisi hidupnya. Rinto sudah berkalang tanah, sedangkan Ryan sampai kapan pun tidak akan pernah mengerti derita yang menimpa dirinya.

Rini mengajak Ryan dan Ririn tinggal di sebuah rumah gubuk yang Rini sewa dengan harga murah. Rini bingung, bagaimana dia mesti memenuhi kebutuhan dirinya dan kedua anaknya. Rini kemudian memutuskan untuk melamar kerja di tempat kerjanya yang dahulu. Rini ragu, bisakah Ryan menjaga adiknya dengan kondisi Ryan yang terbelakang mental seperti itu?  

Tapi Rini harus mengambil keputusan, maka dengan amat terpaksa, Ryan dan Rini ia tinggalkan di rumah. Rini berpesan pada Ryan agar menjaga Ririn. Ryan hanya menganggukan kepala tanpa tahu apa arti menjaga. Di tempat kerjanya pun, Rini was-was, khawatir dengan akan apa yang terjadi di rumahnya. Ryan hanya sebentar saja mengawasi Ririn, setelah itu dia sibuk dengan bola butut dan sepatu bolanya yang sudah rombeng di sana sini. Ryan tidak tahu ketika Ririn berlari mengejar bola bekelnya ke jalan dan sebuah motor melaju menghantam Ririn. Ririn menjerit, Ryan menengok. Ryan berlari dan mendapati Ririn berlumuran darah.

Ryan tidak tahu apa yang mesti dia lakukan. Ryan hanya menatap ke Ririn yang merintih-rintih. Beruntung Bu Ijah (45th) tetangga Rini lewat. Bu Ijah kaget, dia segera menolong Ririn. Ryan hanya bisa mengikutinya. Bu Ijah mengobati Ririn ala kadarnya. Rini yang sore itu pulang kerja, terkejut mendapati Ririn dalam keadaan penuh luka. Rini langsung menampar Ryan yang dinilai gak bisa menjaga adiknya. Ryan kaget, dia menangis sejadi-jadinya. Bu Ijah datang dan melerai, Bu Ijah memberit tahu keadaan yang ditemuinya. Ketika Bu Ija pulang, Ryan bersikap lain, Ryan seperti mengerti. Ryan lalu menangis dan minta maaf pada Rini, Ryan dengan terbata mengucap janji akan menjaga Ririn. Rini menangis, tak kuasa menahan beban bathinnya.

Kini terpaksa, Rini kerja dengan membawa Ririn dan dia titipkan di sebuah taman penitipan anak. Sedangkan di rumah, Ryan seperti mengerti bahwa Rini marah padanya. Ryan pun menunggu kepulangan Rini di pintu setiap hari. Ryan tak pernah beranjak dari depan pintu, semenjak Rini berangkat kerja, hingga Rini pulang kerja. Begitulah setiap hari. Para tetangga akhirnya mulai tahu, Rini memiliki anak yang aneh, anak autis. Cemooh tetangga kanan kiri mulai mendera bathin Rini.

Sampai suatu ketika, Rini bertemu dengan Anton (40th). Anton seorang duda tanpa anak. Rini tertarik pada Anton, begitu pula Anton, tertarik pada Rini. Selama beberapa lama, Rini dan Anton berpacaran hingga kemudian memutuskan untuk menikah. Di sisi lain, sikap Rini pada Ryan dan Ririn tetap tidak berubah, Rini selalu membedakan Ryan dan Ririn. Kini ketika Anton mengajaknya menikah, Rini dalam keputusan berat. Selama ini, Rini hanya mengaku punya anak satu pada Anton. Apa jadinya bila sampai Anton tahu dia punya anak dua, dan itu pun dengan kondisi yang satu autis. Rini nekad, Rini meninggalkan Ryan di rumahnya pagi-pagi sekali ketika Anton terlelap. Rini hanya mengajak Ririn. 

Ryan bingung, saat bangun dia hanya sendiri. Ryan bingung dan menangis, Ryan tahu pasti ibunya marah lagi. Ryan kemudian seperti biasa menunggu Rini dan Ririn pulang di depan pintu rumahnya. Tidak berani dia masuk ke dalam rumah sebelum Rini datang. Tapi, ketika malam tiba, Rini pun tak kunjung datang. Ryan tidak berani masuk ke dalam rumah. Dia tertidur di depan pintu. Hingga esok harinya. Dan lagi-lagi, Rini dan Ririn tak kunjung datang. Ryan menangis, dia kelaparan. Beruntung Bu Ijah melihat. Bu Ijah kaget Ryan hanya sendiri. Dengan penuh kasih, Bu Ijah memberi Ryan makan. Ryan makan dan minum dengan lahap sekali. Bu Ijah sampai menitikan air mata.

Di sebuah tempat, Rini sedang melangsungkan pesta pernikahannya dengan Anton. Rini nampak cantik dan anggun dengan busana pengantin, Ririn ada di dekatnya juga. Tidak sedikitpun Rini ingat akan Ryan yang ditinggalkannya. Hanya Ririn yang sesekali termangu dan terbayang dengan sosok kakaknya. Tapi suasana pesta segera melenyapkan bayang-bayang itu. Pesta pernikahan yang kecil namun cukup meriah itu berlangsung hingga malam. Ririn lelap di kamar rumah Anton yang kini mereka tempati. 

Ryan pun lelap di depan pintu rumahnya. Airmatanya sudah kering. Wajahnya sudah pucat, dari mulutnya hanya terdengar bisikan, “Jangan tinggalin Ryan, ibu…! Jangan tinggalin Ryan… Ryan takut…!” Bu Ijah dan suaminya datang. Keduanya memeriksa Ryan, tubuh Ryan panas. Bu Ijah membangunkan Ryan dan mengajak Ryan untuk tinggal di rumahnya, tapi Ryan berontak, dia tidak mau, dia mau menunggu ibunya. Bu Ijah sampai menangis iba. Bu Ijah mengutuk ibu Ryan yang meninggalkan Ryan.

Esoknya, di kala Rini dan Ririn sedang sarapan bersama Anton, Ryan di depan rumahnya sedang berusaha menulis sesuatu dengan mata terus meneteskan air mata. Tubuh Ryan sudah tidak terurus, bola butut di sampingnya sudah kempes. Ryan kembali menunggu Rini di depan pintu rumahnya hingga gelap tiba. Rini mulai membaringkan tubuhnya, ada sesuatu yang mengganjal pikiran. Ketika lelap, Rini seperti melihat wajah Ryan yang pucat. Ryan menangis di depan Rini sambil teriak, “Jangan tinggalin Ryan, ibu…!!” Rini tersentak, pucat wajahnya. Anton kaget. Rini teringat, bahwa dia sudah meninggalkan Ryan sendiri di rumahnya selama berbulan-bulan.

Pagi harinya, Rini dan Ririn segera kembali ke rumah mereka dulu yang kini sudah ditumbuhi oleh banyak rumput di halamannya. Rini segera teriak-teriak memanggil Ryan. Tapi tidak ada jawaban, yang Rini temukan hanya sebuah bola butut yang kemps dan sepasang sepatu using milik Ryan. Rini menangis, dia menyesal sudah meninggalkan Ryan.

Bu Ijah muncul, Bu Ijah langsung menampar Rini dan memaki-maki Rini. Rini minta pada Bu Ijah supaya diberitahu dimana Ryan. Bu Ijah menangis, Bu Ijah menceritakan bahwa Ryan selalu menunggu kepulangan Rini dan Ririn. Tapi Rini tidak pernah pulang, Ryan menangis dan hanya meninggalkan sebuah tulisan tangan, “Ibu marah ya sama Ryan…, maafin Ryan ya bu… Tapi tolong, Jangan Tinggalkan Ryan…, ibu…! Ryan takut…” Sontak saja Rini kembali menangis. Rini histeris, minta diberitahu dimana Ryan. Bu Ijah memberi tahu, bahwa seminggu yang lalu Ryan sudah meninggal dan sudah dikuburkan. Rini pun pingsan. Anton hanya bisa memeluk Ririn yang juga turut menangis.***







 


  


   

 




Tidak ada komentar:

 



 

ads 728x90 B
Diberdayakan oleh Blogger.