Gadis Berkaki Pincang Itu Ternyata Roh Halus

Bagian 1


Liburan tahun baru, Riza, Apdil, Sinta, dan Soni, berlibur ke sebuah kampung di Kuningan. Kita sebut saja kampung Cihanjuang. Di sana keluarga Riza punya rumah besar yang biasa dipakai berlibur setiap tahunnya. Di rumah itu ada dua air terjun. Orang lebih mengenalnya dengan sebutan curug kembar. Kedatangan Riza dan tema-temannya langsung disambut oleh Bah Samaun dan Bi Puri, kedua pembantu setia pak Kadil, ayah Riza. Saat sampai ke sana, Riza, Apdil dan Sinta langsung masuk ke rumah. Sedangkan Soni masih diam termenung di luar.

Bi Puri heran, lalu menghampiri Soni dan bertanya. “Kenapa malah bengong, den..? Ayo masuk..! Bibi sudah nyiapin makan.. Aden pasti capek.. Ayo makan dulu.” Kata Bi Puri.

“Nanti dulu, bi.. Tadi sebelum ke sini, aku jalan-jalan dulu di sekitar Curug. Aku merasakan ada hal yang aneh.” Jawab Soni. 

Bi Puri nanya, “ Apanya yang aneh, Den?”

Soni lalu bercerita, pas datang ke sini, dia dan yang lainnya tidak langsung ke rumah, karena Riza mengajak jalan-jalan dulu ke Curug. Tapi saat mau pulang, di dekat air terjun, tiba-tiba dirinya mendengar ada anak kecil yang menangis. 

Anehnya, teman-teman yang lain tak seorangpun yang mendengarnya. Soni sempat penasaran mau melihat. Tapi Riza, Apdil dan Sinta keburu jauh. Sonipun akhirnya tidak jadi dan mengejar mereka.

“Sampai sekarang suara anak menangis itu masih terngiang-ngiang, bi. Masa sore-sore begini masih ada anak kecil di sana. Jangan-jangan ditinggalin oleh orang tuanya. Kasihan sekali ya bi?”

Mendengar cerita Itu, Bi Puri tampak pucat. Jantungnya terasa berdebar. Soni heran melihatnya. “Kenapa, Bi..? Kok sepertinya kaget?” 

Bi Puri tersentak. Dia mencoba menyembunyikan perasaanya. Bi Puri cari-cari alasan tak mau membahas lagi soal itu. Dia kembali menyuruh Soni masuk. Akhirnya Sonipun masuk.

Sementara itu, Riza, Apdil, dan Sinta, sudah bersiap-siap untuk makan. Soni muncul, tapi dia tidak ikut duduk bersama mereka. 

Riza merasa aneh. Lalu mengajak Soni segera makan. Apdil bilang agar Riza tidak peduli soal Soni. Memang dia sifatnya seperti itu.

Soni menemui Bah Samaun, menanyakan di mana kamar mereka. Samaun menunjukannya. Soni segera masuk ke kamar itu. 

Ternyata jendela kamar itu menghadap ke Curug. Perasaan Soni terdorong untuk melihat keadaan di luar lewat jendela. Meskipun agak samar, tapi keadaan di air terjun bisa terlihat dengan jelas. 

Tampak olehnya, seorang gadiskecil berkaki pincang sedang duduk sendirian.

Soni merasa iba. Dia lalu keluar lagi. Riza dan yang lainnya masih pada makan. Soni berjalan terburu. Riza makin heran dengan sikap Soni. 

Tapi lagi-lagi Apdil bilang agar Riza tidak mempedulikan Soni. Merekapun akhirnya tak peduli. Usai makan Riza dan yang lainnya lalu bermain PS atau permainan lainnya yang sudah tersedia.

Saking asiknya bermain game, tak terasa waktu sudah menunjukan jam 11 malam. Soni belum juga pulang. Riza dan teman-temannya mulai kuatir. Jangan-jangan terjadi sesuatu sama Soni, atau dia tersesat. Anak-anak itupun lalu pergi mencari Soni.

Kebetulan sekali saat itu bulan purnama. Keadaan di luar tampak terang. Mereka tak perlu membawa lampu senter. Riza, Apdil, dan Sinta menyusuri semua pelosok Curug mencari-cari Soni. Tapi tidak menemukannya juga. Riza dan yang lainnya makin cemas.

Waktu sudah menunjukan jam 12 malam. Tapi belum ada tanda-tanda dimana Soni berada. Riza dan yang lainnya mulai putus asa. 

Tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing di kejauhan. Suaranya melengking menimbulkan aroma seram. 

Riza dan yang lainnya merasa merinding terutama Sinta. Dia segara ngajak pulang. Riza bingung, karena Sonibelum juga ditemukan.

Tiba-tiba “Korosak..!” terdengar suara dari balik semak-semak.

Riza dan yang lainnya kaget. Dada mereka berdebar. Bulu kudukpun berdiri. Sinta nampak sangat paling ketakutan, mengira ada hantu. Tak lama kemudian muncul seekor kucing dari balik semak-semak.

“Dasar kucing sialan.. Bikin aku kaget saja,” kata Apdil.

Suara-suara lain, seperti burung hantu atau binatang lainnya terus terdengar, menambah suasana semakin seram. Sinta semakin tambah ketakutan. Riza akhirnya memutuskan untuk pulang. Soal Soni biar dicari saja besok. Akhirnya merekapun pulang.

Paginya, Riza dan yang lainnya sudah pada bangun. Riza bercerita kalau dirinya bermimpi seram, didatangi oleh hantu anak gadis berkaki pincang. Anehnya, mimpi yang dialami Apdil dan Sinta juga sama. Mereka semua heran. Jangan-jangan itu adalah hantu yang dantang ke impian mereka. 

Dari balik dinding, Bi Puri menguping pembicaraan mereka. Tampak wajah pembantu itu sangat sedih.

Riza dan yang lainnya teringat lagi pada Soni. Mereka semua sangat cemas. Anak-anak itu mau pergi lagi untuk mencari Soni. Tapi baru juga mau keluar, Soni sudah keburu datang. Riza bertanya, Soni menjawab kalau dia menginap di rumah teman barunya bernama Febi.

“Lain kali kalau mau pergi bilang-bilang.. Bikin semua orang cemas saja..” kata Apdil, kesal. 

Soni minta maaf. Dia tak sengaja merepotkan teman-temannya. Abisnya dia kasihan sama Febi yang tidur sendirian di rumahnya.

Seperti rencana sebelumnya, Riza selanjutnya mengajak teman- temannya berenang. Soni tidak mau ikut. Katanya dia sudah kepalang janji sama Febi mau main lagi ke rumahnya. Apdil yang sudah faham sifat Soni tidak peduli. Akhirnya anak-anak itu pergi tanpa dibarengi oleh Soni.

Setelah sarapan pagi, Soni pergi lagi sendirian, tujuannya ke rumah Febi. Ternyata Febi (kakinya pincang) sudah menunggu di air terjun. Soni senang. Merekapun akhirnya bermain berdua, tampak sangat asik. Febi minta dipoto. Soni lalu memotonya dengan menggunakan kamera HP. 

Selanjutnya, Febi mengajak Soni bermain di rumahnya. Di sana Soni kembali photo photo. Soni bertanya, kenapa Febi tinggal sendirian di rumah. Kemana ayah ibunya. Febi tampak sedih lalu bercerita, bahwa orang tuanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Tinggalnya di dekat sini, tapi tidak mau peduli sama dia. Soni heran, masa sih rumah mewah seperti ini pemiliknya hanya bekerja sebagai pembantu.  Selain itu kok tega ninggalin anak gadisnya sendirian di rumah?. Begitulahpertanyaan dalam hati Soni.

Melihat Soni diam, Febi ngajak Soni bermain lagi, main Game atau permainan anak lainnya. Mereka tampak asik hingga lupa waktu sudah sore. Sonipun pamit pulang. Febi meng-iyakan, dan meminta Soni untuk bermain lagi besoknya. Soni mengangguk lalu pergi.

Sesampainya di rumah, ternyata Riza, Apdil dan Sinta sudah datang. Apdil bilang kalau mereka sangat asik bermain di kolam renang. Airnya jernih, banyak ikannya. Pokoknya, mereka betah bermain di sana. Sonipun tak mau kalah. Dia juga bercerita soal

Febi, teman barunya. Anaknya baik, rumahnya gede, mewah. maenannya banyak. Dia bebas bermain di sana, karena orang tuanya tidak ada. Riza merasa tertarik.

 “Kalau begitu, besok kita sama-sama main ke sana”. Yang lainnya setuju.

Malamnya, karena lelah, anak-anak itupun bisa cepat tidur. Kecuali Soni yang tampaknya belum datang rasa kantuknya. 

Waktusudah hampir jam 12 malam, Soni tampak masih asik bermain game komputer yang sudah di sediain di kamar itu. Tiba-tiba, samar-samar terdengar suara anak gadis yang sedang melantunkan tembang di kejauhan. Soni penasaran, membuka jendela. Tenyata yang sedang bernyani itu adalah Febi. Anak itu sedang duduk sendirian di dekat air terjun. Soni heran. 

“Kok malam-malam begini Febi masih bermain. Tapi bagus juga. Aku belum bisa tidur. Sebaiknya aku temani saja dia.”

Diam-diam Soni lalu keluar rumah. Soni terus berjalan menyusuri jalan setapak menuju air terjun.

Entah kenapa, mendadak dia merasa seram. Bulu kuduknya berdiri. Soni sempat punya fikiran mau balik lagi. Tapi tiba-tiba terdengar suara Febi menangis. Soni kaget. Akhirnya walaupun merasa takut, Soni memaksakan diri menemui Febi.

Soni sudah sampai di air terjun. Tampak Febi sedang duduk dia atas sebuah batu sambil menangis. Wajahnya yang pucat terlihat jelas terkena sinar bulan. Soni menghampirinya dan bertanya. Febi menjawab, katanya, sekarang dia sedang sedih meratapi nasibnya. Setiap kali dia merasa sedih, pasti main ke tempat ini.

 “Tapisekarang kan sudah malam. Gimana kalau ada hantu?” kata Soni.

Tiba tiba Febi menatap beringas ke arah Soni. “Jangan sekali-kali menyebut kata itu.. Aku paling tidak suka.” Kata Febi. 

Soni kaget karena Febi marah. Diapun minta maaf. Soni kemudian menghibur Febi. Dia kembaliphoto-photo. Ternyata Febi sangat suka itu.

Tak terasa waktupun sudah menjelang pagi. Dari kejauhan terdengar suara beduk. Febi terperanjat, dan bilang, sudah waktunya dia pulang. Tanpa mendengar jawaban Soni, Febi langsung pergi. Soni melongo. Lalu berteriak, bahwa besok siang dia dan teman-temannya

akan bermain ke rumah Febi. Tapi Febi diam saja, dan terus berjalan.

Sonipun akhirnya pulang.


Bersambung.....

Tidak ada komentar:

 



 

ads 728x90 B
Diberdayakan oleh Blogger.