KUNINGAN - FOKUS UTAMA
Forum Masyarakat Sipil Independen (FORMASI) melalui Rokhim Wahyono, menanggapi secara tegas pernyataan pihak Puspita Cipta Group terkait polemik penggunaan lahan di kawasan konservasi Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC). Rokhim menyebut penjelasan manajemen Puspita Cipta Group tidak selaras dengan fakta lapangan dan justru menunjukkan indikasi kuat pelanggaran regulasi.
Menurutnya, seluruh aktivitas pembangunan di kawasan konservasi wajib mengikuti aturan ketat, mulai dari Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, hingga Peraturan Daerah. Ia menegaskan bahwa Perda No. 26 Tahun 2011 tentang RTRW Kabupaten Kuningan telah dengan jelas mengatur tata ruang Cigugur sebagai area konservasi dengan fungsi perlindungan.
Rokhim mengingatkan bahwa kepemilikan lahan di kawasan konservasi memang beragam mulai dari lahan negara, adat, pemerintah daerah hingga masyarakat, tetapi penggunaannya tetap tunduk pada regulasi lingkungan hidup. “Apa pun alasannya, penggunaan lahan konservasi tidak bisa seenaknya. Regulasi dibuat untuk dipatuhi,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pernyataan manajemen Puspita Cipta Group yang dinilai tidak konsisten. Mereka mengklaim belum memiliki rencana pembangunan, namun di lapangan telah berdiri bangunan hotel dan penggunaan alat berat. Penjelasan mengenai “pembuatan hutan tematik, arboretum, dan reboisasi” dinilai hanya menjadi alibi pembenaran, terlebih yang menebang pohon dan mengikis lahan adalah pihak yang sama.
Menurut Rokhim, kegiatan reboisasi pun tidak bisa sembarangan dilakukan, karena jenis tanaman di kawasan konservasi memiliki ketentuan khusus. “Kawasan resapan air tidak boleh diperlakukan seperti tanah bebas. Ada aturan jenis pohon yang boleh ditanam, ada batasan yang harus ditaati,” ucapnya.
Lebih jauh, rencana pembangunan hutan tematik dan agrowisata jelas termasuk kategori usaha pariwisata yang wajib memiliki AMDAL. Fakta bahwa pembangunan hotel diduga berjalan tanpa dokumen AMDAL semakin memperkuat keraguan publik. “Kini muncul pertanyaan: jangan-jangan seluruh pembangunan Arunika tidak taat regulasi,” ujarnya.
FORMASI dan Rokhim juga menyoroti pembangunan objek wisata lain di Cigugur yang dinilai tidak mengacu pada regulasi, sehingga berpotensi mempercepat kerusakan lahan di wilayah Gunung Ciremai. Mereka merujuk pada UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang memuat kewajiban pemerintah dan pelaku usaha dalam menjaga daya dukung lingkungan, larangan perusakan lahan, kewajiban AMDAL, hingga sanksi pidana 3–10 tahun bagi kegiatan tanpa izin lingkungan.
“Penjelasan manajemen Puspita Cipta Group tidak menggugurkan dugaan pelanggaran yang sudah terjadi. Regulasi jelas dilanggar, dan persoalan ini tidak boleh dibiarkan,” tegas Rokhim.
FORMASI dan masyarakat menuntut pemerintah daerah bertindak tegas mengusut dugaan pelanggaran yang dilakukan Arunika beserta pihak-pihak lain yang membangun di lereng Ciremai tanpa izin lengkap. Mereka mengingatkan bahwa praktik umum para pengusaha yang membangun terlebih dahulu lalu baru mengurus izin merupakan pelanggaran hukum, tidak peduli izin tersebut sedang “dalam proses”.
“Ini soal keberanian pemerintah menegakkan RTRW, terlebih di kawasan konservasi. Jika pembiaran terus terjadi, kerusakan Ciremai hanya soal waktu,” tutup Rokhim.
(Red)




Tidak ada komentar: