KUNINGAN - FOKUS UTAMA
Alasan pihak manajemen Puspita Cipta Group yang menyebut penebangan tanaman Kaliandra sebagai bagian dari reboisasi dengan menggantinya menggunakan tanaman produktif, dinilai sebagai langkah yang keliru oleh Pengamat Lingkungan sekaligus Pengurus Forum Masyarakat Sipil Independen (FORMASI), H. Rahmat Nugraha.
Rahmat menegaskan bahwa tindakan tersebut justru berlawanan dengan prinsip dasar konservasi, terutama karena lokasi yang ditebang berada pada kawasan konservasi air dengan kontur lahan terjal.
Menurutnya, penebangan Kaliandra menunjukkan ketidaktahuan terhadap sistem ekologi, fungsi tanah, dan karakteristik tanaman yang memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas lahan. Ujarnya Kamis (11/12/2025)
“Menebang Kaliandra di kawasan konservasi berkemiringan terjal adalah langkah yang salah. Ini mencerminkan ketidaktahuan terhadap ekologi tanah dan fungsi tanaman,” ujarnya.
Rahmat menjelaskan bahwa Kaliandra (Calliandra calothyrsus) adalah tanaman yang sangat diandalkan dalam rehabilitasi lahan kritis karena kemampuannya memperbaiki kualitas fisik dan kimia tanah. Tanaman ini dikenal memiliki akar tunjang yang masuk sangat dalam ke tanah dan akar halus yang menyebar luas sehingga berfungsi sebagai jangkar tanah sekaligus jaring pengikat partikel tanah.
Karenanya, Kaliandra berperan besar dalam mencegah erosi, longsor, serta meningkatkan daya serap air pada tanah. Di berbagai daerah, Kaliandra justru menjadi tanaman utama untuk reboisasi, bukan malah ditebang.
“Akar Kaliandra mampu menahan lereng. Dengan kuatnya akar tunjang dan penyebaran akar halus, tanaman ini sangat direkomendasikan untuk daerah berlereng terjal,” jelas Rahmat.
Ia menilai tindakan pihak Arunika, unit usaha Puspita Cipta Group, sebagai tindakan yang tidak melalui kajian ekologis maupun kajian teknis terkait tanah dan tanaman. Rahmat juga menyoroti absennya kajian AMDAL, padahal aktivitas pembangunan sudah berlangsung.
“Di sinilah letak kesalahan Arunika. Kajian AMDAL belum ada, tetapi kegiatan pembangunan sudah dilakukan. Ini fatal,” tegasnya.
FORMASI menyatakan tidak puas dengan penjelasan perusahaan dan meminta Puspita Cipta Group untuk membuka secara transparan seluruh proses perizinan, baik izin yang sudah dimiliki maupun yang belum.
“Kami menunggu itikad baik pihak Arunika untuk melengkapi seluruh perizinan di kawasan tersebut. Jika tidak, persoalan ini akan kami sampaikan kepada Gubernur Jawa Barat dan Kementerian Lingkungan Hidup,” pungkas Rahmat.
FORMASI menegaskan akan terus mengawal kasus ini sebagai bagian dari komitmen menjaga kawasan konservasi dari tindakan yang berpotensi merusak lingkungan.
(Nia Komalasari)




Tidak ada komentar: