KUNINGAN - FOKUS UTAMA
Dibukanya kembali moratorium pembangunan perumahan oleh Bupati Kuningan dinilai menimbulkan dampak yang beragam. Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Gibas Resort Kuningan, Manap Suharnap, melalu telpon selular, Rabu, 16 November 2025.
Menurut Manap, langkah Bupati tersebut bukan hanya tidak mendesak, tetapi juga berpotensi menimbulkan persoalan serius di masa depan, mulai dari krisis air, kerusakan lingkungan, hingga dugaan aroma transaksional dalam proses pengambilan keputusan.
“Apa urgensinya? banyak perumahan yang sudah berdiri justru masih menyisakan unit kosong yang belum terjual,” tandasnya.
Kalau alasan mendukung program tiga juta rumah, lanjut Manap, kenapa tidak mencari lokasi di luar Kecamatan Cigugur dan Kuningan?
Adalah hal yang aneh, kata Manap, wilayah yang kembali didorong untuk pembangunan perumahan justru merupakan kawasan yang rentan mengalami penurunan ketersediaan air bersih.
“Krisis air itu nyata. Kalau keputusan ini dipaksakan, kerusakan lingkungan dan konflik sosial tinggal menunggu waktu,” ujarnya.
Manap turut menyoroti isu dugaan suap Rp1 miliar yang beredar terkait rencana pembukaan moratorium ini. Ia menilai bantahan sepihak dari pihak-pihak terkait tidak cukup.
“Isu ini sudah naik jadi berita. Kalau memang tidak benar, harus ada tindakan hukum terhadap pihak yang menuduh. Kalau tidak ada langkah hukum, publik bisa menganggap isunya benar,” katanya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan strategis seperti ini tidak boleh diambil dengan jawaban normatif dan mengambang dari para pemangku kepentingan, apalagi ketika sudah muncul dugaan adanya transaksi di balik meja.
Selain itu, Manap mengungkapkan bahwa lahan yang rencananya akan digunakan untuk pengembangan perumahan sebenarnya masih tergolong lahan produktif jika dikelola dengan benar.
Ia mempertanyakan komitmen pengembang yang mengklaim mendukung ketahanan pangan. “Kalau betul mendukung ketahanan pangan, kenapa tidak dipakai untuk pertanian? Kenapa harus dipaksakan jadi perumahan?” sindirnya.
Ketua Gibas juga mendesak Gubernur Jawa Barat untuk segera mendorong penetapan Perda RTRW dan RDTR Kabupaten Kuningan. Menurutnya, tanpa kejelasan tata ruang, keputusan pembangunan perumahan rentan dipolitisasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok tertentu.
“Biar jelas mana yang boleh dibangun dan mana yang tidak. Jangan sampai aturan kabur, tapi keputusan dipaksakan,” ujar Manap.
Manap menilai seluruh proses ini berjalan terlalu cepat, tidak transparan, dan minim pelibatan publik. Ia menegaskan bahwa keputusan strategis harus mengikutsertakan lebih banyak pihak, bukan hanya beberapa orang yang berkepentingan langsung.
“Jangan ada keputusan yang berbau transaksional. Ini menyangkut banyak kepentingan masyarakat,” tegasnya.
Ia menutup dengan peringatan bahwa kebijakan yang dipaksakan tanpa pertimbangan matang hanya akan melahirkan masalah baru di kemudian hari.
“Kuningan butuh pembangunan, tapi bukan pembangunan yang memaksakan, tidak transparan, dan menyisakan konflik,” pungkasnya
(BOPIH/FOKUS KUNINGAN).




Tidak ada komentar: